Menetapkan Peraturan Bagi Anak Ala Piaget
Menetapkan Peraturan Bagi Anak Ala Piaget
Di sebuah tempat penitipan anak, ada ibu-ibu nyeletuk, “Duh, anakku itu bandelnya minta ampun. Sudah dibilangin berkali-kali kalau tidak boleh bertengkar kalau sedang bermain dengan temannya. Eh, masih saja tiap hari bertengkar”. Mungkin kamu pernah mendengar celetukan seperti ini juga di tempat yang berbeda. Atau juga omelan panjang versi lain tentang kebandelan anaknya yang masih berusia dini.
Tapi tahukah kamu, di usia dini antara 2-5 tahun, menurut teori Piaget, tidak ada aturan yang benar. Di usia ini hal-hal yang berhubungan dengan peraturan masih diartikan secara sederhana oleh mereka. Perilaku patuh pada aturan yang mereka lakukan merupakan sebuah ekspresi kesadaran tentang adanya peraturan saja. Namun mereka masih tidak mengerti kebutuhan untuk mengikuti peraturan.
Misalnya saja seorang anak yang sering berkelahi dengan temannya, akan menjadi patuh terhadap aturan untuk tidak berkelahi karena takut dimarahi ibunya saja. Namun, si anak belum sepenuhnya mengerti bahwa aturan untuk tidak berkelahi juga baik bagi dirinya sendiri. Setidaknya menghindarkan dari akibat yang menyakitkan atau berbahaya bagi tubuhnya.
Bahkan di usia dini ini anak masih belum memahami aturan ‘menang’ ataupun ‘kalah’ dalam sebuah permainan. Kalaupun mereka memberlakukannya dalam permainan mereka, mereka masih belum menyadari bahwa hal tersebut bagian dari sebuah ‘aturan’ dalam permainan.
Saat anak mulai memasuki tahap usia 6-10 tahun, menurut teori Piaget secara psikologi anak-anak sudah mulai mengetahui adanya aturan-aturan, meskipun terkadang masih sering terjadi ketidakkonsistenan. Mereka juga mulai memahami bahwa aturan-aturan tersebut dapat berubah-ubah.
Aturan-aturan yang ditetapkan orang tua ataupun orang dewasa lainnya seperti guru, akan dianggap sebagai sebuah aturan yang tidak bisa diubah dan kedudukannya lebih tinggi. Pada usia selanjutnya anak akan lebih memahami tentang arti sebuah aturan, bahkan terkadang sudah mampu menegosiasi aturan-aturan yang dibuat.
Oleh karena itu di tahap bayi dan anak-anak usia TK, mereka masih belum memiliki konsepsi ataupun aturan tentang moral. Bayi-bayi yang baru lahir bahkan dapat dianggap amoral, karena mereka masih belum memiliki kemampuan mengembangkan kode moral sendiri. Sehingga Piaget menggolongkan tahap perkembangan moral baru dimulai saat anak berusia 6 tahun. Dimana anak mulai bertransisi dari tahap praoperasional ke tahap pikiran konkret operasional.
Jadi, untuk para orang tua yang masih memiliki anak usia dini, sebaiknya cukup bersabar dan menentukan aturan yang tidak berlebihan pada anak. Sebab pada tahap ini anak masih belajar untuk memahami konsep sebuah aturan dan moral.
Memang terkadang cukup melelahkan untuk memberitahu anak berulang-ulang agar berperilaku sesuai aturan, seperti misalnya mencuci tangan sebelum makan, mengembalikan mainan ke tempatnya setelah digunakan, tidak mencorat-coret tembok, berbagi mainan dengan teman, dan masih banyak lagi. Namun, dengan pola pembiasaan aturan yang dimulai sejak dini justru membuat anak menjadi mudah disiplin. Apalagi jika dalam membuat aturan juga ditetapkan bersama-sama dengan anak.