Melindungi Anak Dari Kekerasan Seksual
Melindungi Anak Dari Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah salah satu bahaya yang paling memilukan jika menimpa anak. Kamu atau siapa pun orangnya dikatakan melakukan kekerasan seksual terhadap anak jika mengizinkan atau memaksa anak untuk ikut terlibat dalam aktivitas seksual.
Kekerasan seksual bisa terjadi secara fisik maupun nonfisik. Secara fisik ragam kekerasan seksual di antaranya memegang-megang alat kelamin anak, masturbasi, kontak mulut dengan kelamin, memasukkan jari ke bagian tubuh anak (vagina, anal, ataupun mulut), sampai pada penetrasi vagina atau anal.
Adapun kekerasan seksual nonfisik mencakup melibatkan anak dalam pornografi, memaksa atau mengizinkan anak menonton film-film yang berbau porno, memaksa anak telanjang untuk memuaskan hasrat seksual (voyeurisme), dan lain-lainnya.
Pelaku kekerasan seksual bisa orang asing tak dikenal. Mereka khusus menculik anak untuk tujuan eksploitasi seksual. Diketahui ada banyak orang yang menderita pedofilia, yakni hanya tertarik secara seksual pada anak-anak, mereka tidak atau sulit sekali terangsang secara seksual pada orang dewasa. Para penderita pedofilia adalah pelaku utama penculikan anak untuk tujuan eksploitasi seksual. Dalam dunia pelacuran, mereka adalah konsumen utama pelacur anak.
Akan tetapi perlu diketahui, sebagian besar pelaku kekerasan seksual pada anak justru orang-orang terdekat anak. Disinyalir sekurang-kurangnya 70% pelaku adalah pihak keluarga. Kita tentu pernah mendengar ada ayah, kakak, kakek atau paman yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak, adik, cucu, dan keponakannya sendiri.
Kekerasan seksual yang dialami anak bisa berdampak sangat buruk bagi perkembangannya. Ada yang dampaknya sangat berat sehingga tidak hilang seumur hidup. Secara umum, masalah yang biasanya timbul adalah depresi, kecemasan, ketakutan, minggat dari rumah, sampai mengalami disfungsi seksual (di antaranya frigid atau tidak tertarik dan tidak bisa menikmati seks, serta impotensi). Anak-anak mengembangkan rasa takut dan cemas berlebihan terhadap lawan jenisnya, serta tidak mampu untuk terlibat dalam aktivitas seksual di kemudian hari.
Kita sebaiknya waspada terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan seksual ini. Karena faktanya sangat banyak anak yang tertimpa. Apalagi kekerasan seksual bukan jenis kekerasan yang mudah terlihat. Bisa saja anak kita mengalami kekerasan seksual namun dia tidak mau menceritakannya karena diancam untuk tidak menceritakannya atau karena komunikasi kita dan anak buruk. Alangkah baiknya jika kita jeli dengan kemungkinan-kemungkinan itu. Bagaimanapun jika memang kekerasan seksual sudah menimpa anak kita, lebih cepat menanganinya akan lebih baik.
Berikut adalah beberapa indikasi yang menunjukkan kemungkinan telah terjadinya kekerasan seksual pada anak.
- Perubahan perilaku, misalnya lebih mudah menangis, menjadi mudah takut, gampang melamun, perubahan mood yang tiba-tiba (gembira tiba-tiba sedih, dan sebaliknya).
- Mengalami regresi atau kembali berperilaku seperti saat usia lebih muda, misalnya kembali menghisap jari dan mengompol.
- Tidak mau ikut terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, sampai mengalami masalah di sekolah. Bahkan kadang tidak mau bersekolah sama sekali.
- Melekat terus kepada ibu, tanpa mau berpisah.
- Tiba-tiba bertindak agresif.
- Berusaha bertindak melukai diri sendiri.
- Terlihat tertekan dan murung tanpa sebab yang jelas.
- Mengalami gangguan makan.
- Mengalami gangguan tidur dan sering bermimpi buruk, juga takut pergi ke tempat tidur.
- Menunjukkan tidak ada minat sama sekali terhadap hal-hal yang berbau seksual.
- Takut tempat-tempat tertentu, orang-orang tertentu (khususnya bila sendirian bersama orang dimaksud), atau kegiatan-kegiatan tertentu. Waspadalah jika anak berusaha menghindari orang-orang tertentu.
- Sakit, gatal, berdarah dan memar di daerah-daerah vital.
Apabila anak menunjukkan sebagian dari beberapa indikasi di atas, maka kita harus memikirkan kemungkinan bahwa anak telah mengalami kekerasan seksual. Akan tetapi tidak mutlak. Boleh jadi hal-hal tersebut terjadi karena penyebab yang lain.
Apa yang bisa dilakukan?
Ajarkan pendidikan seks sedini mungkin pada anak-anak. Jika kamu merasa tak nyaman melakukannya, mintalah bantuan guru, psikolog, atau dokter. Ajarkan anak agar tidak mengizinkan seorang pun untuk menyentuh daerah pribadi mereka. Ajarkan juga untuk mengatakan “tidak” pada orang yang ingin memeluk atau menyentuhnya dengan cara apapun apabila mereka tidak nyaman. Pastikan anak menyadari bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri.
Jangan memerintahkan anak untuk mencium dan memeluk orang lain, meskipun itu saudaranya sendiri. Biarkan anak mengekspresikan dirinya menurut cara yang paling nyaman baginya.
Jalinlah komunikasi yang berkualitas dengan anak. Hanya dengan komunikasi yang bagus, kamu dapat mengetahui hal-hal apa saja yang menimpa si anak. Biarkan anak tahu bahwa dia bisa menceritakan segala hal pada kamu.
Waspadalah dengan orang dewasa yang memiliki ketertarikan berlebih terhadap anak kamu. Jangan biarkan mereka mengajak pergi anak atau menghabiskan waktu bersamanya. Mungkin saja mereka penderita pedofila.
Secara umum penderita pedofilia memiliki ciri-ciri:
- Tertarik dengan pekerjaan yang dekat dengan dunia anak-anak, seperti kerja di taman bermain, kerja di sekolah atau kerja di pusat-pusat permainan.
- Sering memberikan perhatian khusus pada anak, misalnya dengan memberikan hadiah-hadiah, mentraktir atau lainnya.
- Sering mengatakan kepada anak bahwa hubungan mereka rahasia.
- Membuat anak merasa spesial dan terpilih. Hal ini sangat mudah dialami oleh anak yang tidak mendapatkan cukup perhatian dan kasih di rumah.
Jika memang anak kita positif mengalami kekerasan seksual, segeralah berkonsultasi dengan psikolog dan dokter untuk menentukan langkah-langkah terbaik.